iNewsJatenginfo.id - Apakah Abu Nawas sezaman dengan Imam Syafii? Abu Nawas dikenal sebagai pujangga Arab bernama asli Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami (756–814 Masehi). Dia lahir di Kota Ahvaz, Persia. Darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya.
Sementara Imam Syafii memiliki nama asli Abu 'Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i (767–820 M). Ia lahir di Palestina (Jund Filastin), kemudian tinggal di Makkah dan Madinah di Hijaz, kemudian beralih ke Yaman, Mesir, dan Baghdad di Irak.
Sebagaimana telah Okezone himpun, Imam Syafii merupakan Muslim cendekiawan pertama dari Usul al-Fiqh. Beliau menjadi satu dari empat imam besar yang pengajaran akhirnya mengarah pada pembentukan Mazhab Syafii.
Ia adalah murid imam hadits awal yang paling menonjol yakni Imam Malik bin Anas. Asy-Syafi'i juga pernah diangkat menjadi hakim di Najran.
Berdasarkan hal-hal tersebut, bisa diketahui bahwa Abu Nawas dan Imam Syafii pernah hidup satu zaman. Apalagi ada kisah tentang keduanya.
Menurut sebuah riwayat, saat Abu Nawas meninggal dunia, Imam Syafii tidak mau mensholatkan jenazahnya. Tapi ketika jasad Abu Nawas hendak dimandikan, di kantong bajunya ditemukan secarik kertas bertuliskan "Syair Al I'tiraf" (pengakuan).
Syair tersebut ditulis Abu Nawas menjelang akhir hayatnya. Imam Syafii pun menangis sesenggukan setelah membaca syair Abu Nawas tersebut.
Berikut ini isi lengkap Syair Al I'tiraf dari Abu Nawas yang dibaca Imam Syafii itu:
إِلٰهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلَا
Ilaahii lastu lil firdausi ahlaa. (Wahai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga)
وَلَا أَقْوَى عَلَى النَّارِ الجَحِيْم
Wa laa aqwaa 'alaa naaril jahiimi. (Tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahanam)
فهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِي
Fahablii taubatan waghfir zunuubii. (Maka berilah aku taubat dan ampunilah dosaku)
فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ العَظِيْم
Fa innaka ghaafirudz dzambil 'azhiimi. (Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar)
ذُنُوْبِي مِثْلُ أَعْدَادٍ الرِّمَالِ
Dzunuubii mitslu a'daadir rimaali. (Dosaku bagaikan bilangan pasir)
فَهَبْ لِي تَوْبَةً يَا ذَا الجَلَالِ
Fahablii taubatan yaa Dzaal Jalaali. (Maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan)
وَعُمْرِي نَاقِصٌ فِي كُلِّ يَوْمٍ
Wa 'umrii naaqishun fii kulli yaumi. (Umurku ini setiap hari berkurang)
وَذَنْبِي زَائِدٌ كَيفَ احْتِمَالِي
Wa dzambii zaa-idun kaifah timaali. (Sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya)
إِلٰهِي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَ
Ilaahii 'abdukal 'aashii ataaka. (Wahai, Tuhanku ! Hamba-Mu yang berbuat dosa telah datang kepada-Mu)
مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَاك
Muqirran bidz dzunuubi wa qad da'aaka. (Dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada-Mu)
فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ
Fa in taghfir fa Anta lidzaaka ahlun. (Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah yang berhak mengampuni)
فَإنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاك
Wa in tathrud faman narjuu siwaaka. (Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?)
Setelah membaca syair itu, Imam Syafii menangis sejadi-jadinya, kemudian mensholati jenazah Abu Nawas bersama orang-orang yang hadir.
Wallahu a'lam bisshawab.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait