Bahwa banyaknya konflik horizontal antar negara seperti Rusia-Ukraina, lebih khusus Palestina-Israel dan negara-negara konflik lainya tiada ujungnya, sangat memprihatinkan bagi semua pihak, konflik tidak menguntungkan sama sekali bahkan mengakibatkan berbagai multi dimensi persoalan persoalan dunia social dan ekonomi yang tentu berimbas kepada kemanusiaan, Ujar Mamdukh Budiman Dosen Studi Islam dan Arab Universitas Muhammadiyah Semarang Unimus serta anggota penuh dari Foundation Ambassador of Peace (سفراء السلام العالمية) dan SINDIBAD https://sofarasalam.org/ bermarkas di Al Jazair.
Sejarah Islam Rekonsiliasi Perdamaian Dunia
Fathu Makkah (pembebasan Makkah) muncul dari sikap pelanggaran perjanjian dari kaum Quraisy Makkah terhadap kesepakatan dalam perjanjian Hudaibiyah. Sejarah singkat Perjanjian Hudaibiyyah adalah traktat-treaty bilateral perjanjian perdamaian antara Muslim dan suku Quraisy. Perjanjian Hudaibiyyah (red-Arab: صلح الحديبية) adalah sebuah perjanjian yang diadakan di wilayah Hudaibiyah Mekkah pada Maret, 628 M (bulan Dzulqa'dah, 6 H). Hudaibiyah terletak 22 KM arah Barat dari Mekkah menuju Jeddah, sekarang terdapat Masjid Ar-Ridhwân. Nama lain Hudaibiyah adalah Asy-Syumaisi yang diambil dari nama Asy-Syumaisi yang menggali sumur di Hudaibiyah.
Salah satu isi perjanjian Hudaibiyah adalah, kebolehan bagi dua belah pihak boleh masing-masing untuk saling mendukung, baik ke pihak Rasulullah atau Quraisy. Akan tetapi pada tahun ini terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh kubu Quraisy setelah salah satu koalisinya yaitu Kabilah Bani Bakr, diketahui membunuh seseorang dari Kabilah Khuza’ah yang berkoalisi dengan kubu Rasulullah. Setelah Rasulullah mendapat informasi pelanggaran yang dilakukan oleh Bani Bakr terhadap Kabilah Khuza’ah, selang beberapa waktu datang pemuka utusan Quraisy ke Madinah yaitu Abu Sufyan untuk memperbaharui perjanjian Hudaibiyah dengan kaum muslimin, namun di tolak oleh Rasulullah.
Kemudian Rasulullah mengambil sikap untuk melakukan Fathu Makkah
Umat Islam berjalan dengan dipimpin langsung oleh Rasulullah, lewat iring-iringan takbir menuju kota Makkah, mendengar kabar dan melihat jumlah pasukan Muslim sangat banyak Abu Sufyan merasa ciut. Sebelumnya orang-orang mengira Nabi Muhammad SAW akan membalaskan dendamnya kepada pemuka bangsa Quraisy. Sampai kekhawatiran itu dinyatakan, “Tidak ada orang terpandang di Makkah hari ini kecuali dihabisi.” (HR Muslim).
Sesampai di Makkah, dua pemuka tertinggi bertemu Abu Sufyan dan Rasulullah, Abu Sufyan bertanya kepada Rasulullah Ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, kaum Quraisy akan dihabisi? Tidak ada lagi bangsa Quraisy setelah hari (Fathu Makkah) ini.” “Wahai Rasulullah, apakah kau juga diperintahkan untuk membunuh kaummu?” tanya Abu Sufyan. Kemudian Rasulullah menjawab “Tidak. Wahai Abu Sufyan, ini adalah hari kasih sayang (yawmul marhamah), hari di mana Allah memuliakan bangsa Quraisy,” jawab Nabi Muhammad saw yang melegakan semua pihak. Peristiwa ini berjalan dengan damai, bukti bahwa peperangan dalam Islam bukanlah untuk tujuan menghancurkan atau melumpuhkan, tapi lebih dari itu sebagai upaya untuk damai.
Peristiwa damai ini di Al-Qur'an sebagai pengingat bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan cinta damai dan tidak ada dendam. "Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (Al-Fath: 1)
Menelisik dari peristiwa tersebut , bahwa peristiwa Fathu Makkah- Hudaibiyah merupakan rekonsiliasi perdamaian ini tiada bandingannya dalam sejarah bangsa-bangsa di mana pun pada dunia ini. Damai di dalam kamus, memiliki arti sesuatu mengenai ketenangan dan juga non-kekerasan. Ada yang memaknai kata terebut, dengan sinonim “Damai” itu sebuah gencatan senjata.
Tetapi sebenarnya, “Damai” itu lebih dari sekedar gencatan senjata merupakan sebuah persetujuan kesepakatan Bersama untuk menghentikan konflik, apabila seseorang ingin mencapai suatu perdamaian, setiap hari haruslah membuat sebuah perubahan.
Mungkin, banyak orang yang menganggap ini adalah sebuah definisi, tetapi hanya beberapa orang yang mengerti, Damai adalah pusat dari suatu kemajuan. Apabila sebuah Negara atau berdiri tanpa adanya perdamaian, negara tersebut tidak akan mengalami kemajuan. Maka damai itu sangat di inginkan dan diperlukan. Damai adalah sesuatu yang baik bagi dunia. Bagaimana kita bisa merasakannya? Kita dapat merasakannya pada saat keluarga kita berada di sekeliling kita, dan hubungan kita dengan teman kita maupun tetangga kita itu bahagia atau menyenangkan.
Padahal “Perdamaian itu dimulai dari senyuman”. Sebuah pepatah mengatakan bahwa satu senyuman dapat menyinari sebuah ruangan. Maka, jika setiap hari seseorang melakukan sesuatu yang baik pada seseorang, itu akan menimbulkan efek riak atau ombak kecil. Imajinasikan pada saat seseorang menjatuhkan sebuah batu di sebuah kolam. Awalnya muncul riak-riak kecil, namun setelah beberapa lama, riak kecil tersebut akan menyebar ke seluruh kolam. Sekarang, coba kalian berpikir mengenai perdamaian. Apabila seseorang memaafkan orang yang lain, dan mereka saling melakukan hal itu satu sama lain, imajinasikan apa yang telah kita capai!
Disebutkan juga dalam Al-Qur'an Surah Ali Imran ayat 103 yang berbunyi;
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُون
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali 'Imran [3]: 103)
Damai adalah sesuatu yang baik bagi dunia yang besar ini. Bagaimana seseorang bisa merasakannya? Seseorang dapat merasakan pada saat keluarga berada di sekelilingnya, dan hubunganya dengan teman maupun tetangga merupakan hal yang membahagiakan atau menyenangkan.
Keinginan untuk mencintai atau menyayangi, menerima atau mempererat hubungan, di saat itulah seseorang dapat merasakan adanya damai. Selain itu, damai juga mengikuti apa kata hati dan diberikan kepercayaan yang erat dan rasa hormat untuk orang-orang yang berada di lingkungan kita, di sekitar kita. “Ramadhan Rekonsiliasi Damai-Senyum".
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait