Ngutil, Istilah Korupsi di Lingkungan Persyarikatan

*Oleh Khafid Sirotudin

iNewsJatenginfo.id - Berawal dari pembahasan pada Rakerwil LHKP PWM Jateng tahun 2016 di Hotel Syariah Grasia Semarang, milik Ketua JSM (Jaringan Saudagar Muhammadiyah) Jawa Tengah dan shahib di Kadin Jateng. Diksi 'Ngutil'saya narasikan saat Rapat Pleno hasil Sidang Komisi bidang Rekomendasi perlunya Tata Kelola AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) yang baik. Forum merespon laporan utusan LHKP PDM se Jateng adanya beberapa kejadian "mal-adimistrasi" dan beralihnya kepemilikan/pengelolaan AUM Pendidikan (TK ABA/Madrasah) dan AUM Rohani (masjid/mushola). Ada juga peserta yang menyampaikan kejadian 'korupsi' (kecil-kecilan) di beberapa AUM Ekonomi (KospinMu/BTM) dan AUM Kesehatan (RSMA).

Sebagai UPP PWM Jateng yang diberi amanat berkhidmat mengurusi Kebijakan Publik, beberapa laporan kejadian itu menuntut suatu formulasi penyelesaian yang adil, arif,  bijaksana dan meminimalkan efek negatif. Serta harus sesuai Qaidah Majlis/Lembaga dan Peraturan Tata Kelola AUM. Singkat kata, akhirnya lahir rekomendasi untuk menguatkan good governance di lingkungan AUM dengan tagline :  AUM Bersih, Jujur dan Peduli.

Pemakaian istilah korupsi di lingkungan persyarikatan, saya nilai kurang tepat. Mengingat korupsi merupakan tindakan melawan hukum oknum ASN dan penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN) mengambil keuntungan pribadi dan koleganya terhadap anggaran Negara/Pemerintah/BUMN dengan cara menyalahgunakan kekuasaan dan wewenangnya, sehingga bisa memaksa seseorang/perusahaan untuk memberi sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan harga, dan menjadi 'syarat tidak tertulis dalam mengerjakan suatu program/proyek yang hanya menguntungkan diri dan relasinya. Sebagaimana diatur UU No. 31 tahun 1999 juncto UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara asset, harta benda dan keuangan milik Muhammadiyah bukan milik negara dan pemerintah. Tetapi milik umat yang diamanatkan kepada persyarikatan untuk diurus, dikelola dan diberdayakan bagi sebesar-besarnya manfaat bagi warga masyarakat, umat dan bangsa. Atas dasar tersebut maka saya lebih 'sreg' (cocok) memakai diksi "Ngutil" ketimbang korupsi.

Istilah Jawa

Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah dari 718 suku bahasa yang paling banyak dipakai dan diserap ke dalam bahasa Indonesia. Berikut beberapa istilah (kata, diksi) Jawa yang terkait dengan perbuatan atau tindakan seseorang mengambil sesuatu (barang/uang/harta henda) yang bukan menjadi haknya.

Pertama, Ngutil
Berasal dari akar kata  'kutil', yaitu benjolan kecil pada kaki atau telapak tangan yang umumnya tidak membahayakan kesehatan. Masyarakat umum ada yang menyebut dengan istilah "mata ikan". Secara maknawi mengutil berarti : a) tindakan pencurian seorang pembeli mengambil satu/sedikit barang dagangan tanpa sepengetahuan penjualnya; b) mengambil (memakan/menggigit) sedikit- sedikit; dan c) melebihkan barang belian tanpa sepengetahuan penjual.

Kedua, Maling.
Kata kerja yang berarti mengambil milik orang lain secara sembunyi- sembunyi. Biasanya dilakukan malam hari atau saat kondisi rumah kosong dan situasi lingkungan sepi. Pelakunya disebut dengan pencuri.

Beberapa waktu lalu ada sebagian masyarakat sipil mengusulkan istilah "maling" dan "rampok" dipakai sebagai pengganti kata "korupsi" agar lebih memberikan efek psiko-sosial kepada koruptor.

Ketiga, Nggangsir.
Gangsir adalah hewan sejenis jangkrik yang ukuran tubuhnya lebih besar dan memiliki sarang lebih dalam. Rahang- nya sangat kuat laksana rahang rayap menggali tanah. Istilah 'Nggangsir' bermakna mencuri dengan cara menggangsir (menggali tanah) untuk masuk ke dalam rumah. Mengingat rumah Jawa tempo dulu kebanyakan terbuat dari kayu dan tanpa pondasi beton yang kuat.

Keempat, Njambret.
Menjambret adalah perbuatan merebut atau merenggut barang milik orang lain yang sedang dipakai atau dibawa (tas, perhiasan, dompet, dll). Menjambret dilakukan secara terang-terangan dan terbuka oleh pelaku terhadap korban.

Kelima, Mbegal.
Dalam KBBI, kata begal berarti penyamun, merampas di jalan. Pembegal adalah orang atau sekelompok orang yang mengambil paksa uang, harta benda dan hewan peliharaan dari seseorang di tengah jalan.

Keenam, Ngrampok.
Perampokan adalah tindak kriminal dimana pelaku mengambil suatu kepemilikan orang lain melalui tindakan kasar dan intimidasi. Karena melibatkan kekasaran biasanya menyebabkan jatuhnya korban orang yang dirampok atau saksi yang melihat. Misalnya perampokan Bank, SPBU, kantor dan sebagainya.

Dalam perspektif agama yang saya pahami, perbuatan Ngutil, Maling dan Nggangsir itu perbuatan fahsya'. Perbuatan yang dilakukan secara tersembunyi atau mencari kelalaian/kelenaan sasaran. Sedang perbuatan Korupsi, Njambret, Mbegal dan Ngrampok termasuk perbuatan munkar, sebab dilakukan secara terbuka dan terang-terangan, minimal terlihat atau diketahui korban.

Dalam konteks kebijakan publik yang diemban LHKP PWM atas laporan dari beberapa daerah tentang adanya oknum pimpinan atau pengelola AUM mengambil sesuatu yang bukan haknya, maka istilah "Ngutil"  saya rasa lebih tepat. Selain alasan "angka" yang diambil hanya sebagian kecil dari seluruh harta kekayaan yang dimiliki persyarikatan, saya  menengarai adanya kelalaian atau kealpaan pimpinan persyarikatan. Diantaranya belum terbitnya Qaidah/Peraturan yang mengatur secara aplikatif (juklak dan juknis) tentang  "syarat dan ketentuan, kewajiban dan hak, reward and punishment" terhadap para pengelola AUM yang dimilikinya.

Bisa saja terjadi saking ikhlasnya para pimpinan Muhammadiyah sehingga "ora nggalba"(tidak tahu, lalai) bahwa  'virus wahn' yang lebih ganas ketimbang  'virus Covid dari Wuhan'  sudah mulai memapar sebagian kecil pengelola AUM Mata Air dan AUM Air Mata. Menurut kriminologi, tindak pidana pencurian bisa terjadi apabila terdapat 3 unsur yang terkait. Yaitu adanya niat dari pelaku, ada peluang/kesempatan dan ada sesuatu yang bisa diambil.

Banyaknya aset AUM Mata Air dan AUM Air Mata jangan sampai melenakan atau melalaikan PP Muhammadiyah untuk melengkapi Qaidah yang 'Arane jelas, Arahe jelas dan Angkane jelas' (Nama/Status, Arah dan Angkanya jelas). Secara pribadi saya berterima kasih kepada Majlis Tabligh PP Muhammadiyah yang sudah membuat draft Pedoman Masjid dan Mushola Muhammadiyah dan sudah di-SK-kan PP Muhammadiyah pada September lalu. Sehingga ke depan tidak terdengar lagi ada masjid/mushola milik persyarikatan di Jawa Tengah yang berpindah tangan ke Yayasan berlabel Islam atau dikuasai Takmir Masjid/Mushola di luar garis Manhaj Muhammadiyah.

Kami memohon, berharap dan mengamanahkan kepada PP Muhammadiyah hasil Muktamar ke-48 di Solo untuk memberikan perhatian khusus betapa pentingnya manajemen aset, kekayaan dan keuangan persyarikatan. Mengingat amanah mengelola aset, harta benda tersebut tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada umat melalui musyawirin peserta Muktamar/Muswil/Musda/ Muscab/Musran saja. Namun harus dipertanggungjawabkan secara personal atas kepemimpinan di Muhammadiyah pada yaumil hisab. Sebagaimana ajaran agama menyatakan : "setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di hari akhir".  

Dengan selalu mengharap ampunan, rahmat dan ridha Allah Swt. kita berharap dapat bertemu di depan pintu gerbang dan berkumpul masuk berjamaah ke surga Jannatun Naim.
Wallahua'lam

Weleri, 2 November 2022

Editor : Iman Nurhayanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network