PARAPAT, iNewsJatenginfo.id – Orang besar selalu memberi pengaruh besar di manapun dia berada. Itulah yang terlihat saat Bung Karno diasingkan di Parapat.
Tujuan Belanda untuk mengasingkan pemimpin dan rakyatnya justru gagal total.
Peristiwa itu merupakan benang merah yang terangkum dalam FGD Menuju Kongres Sejarah Bung Karno, Penajaman Lini Masa IV Semasa Menjadi Presiden, di Niagara Hotel, Parapat, 14 Juni 2022.
"Belanda gagal total. Di sini, Bung Karno justru menemukan pembela, pejuang, pecinta, yang gigih berusaha untuk membebaskannya dari pengasingan Belanda. Jadi, pengasingan itu jadi sia-sia. Bung Karno justru tetap dapat berkomunikasi dengan para pejuang, mengatur strategi, dengan segala keterbatasan dalam pengasingan. Ini membuktikan bagaimana seorang pemimpin dapat terus hadir dalam situasi apapun," terang M Aziz Rizky Lubis, MSi, salah satu narasumber.
Selain Aziz, diskusi terpumpun juga menghadirkan pakar sejarah dari Universitas Sebelas Maret Dr Suyatno MSi, dan pengamat politik dari Universitas Sumatra Utara, Ian Pasaribu, dengan moderator CEO Kuasakata.com Aulia A Muhammad.
Diskusi yang cair itu justru membuka banyak hal-hal baru rentang Bung Karno selama di Parapat. Suyatno menginfokan bahwa dalam situasi itu, Bung Karno bahkan ditabalkan marga oleh warga setempat, sebagai bukti kecintaan mereka.
"Ada sumber yang menyebutkan Bung Karno mendapat marga Ginting. Tapi kita perlu mencari referensi lain mengenai hal ini. Tapi, apapun itu menunjukkan bahwa Bung Karno diterima oleh masyarakat Batak, bahkan diperjuangkan untuk bebas dari pengasingan itu," terang mantan Kepala UPT Perpustakaan Bung Karno itu.
Ikatan Memori Publik
Senada dengan Suyatno, Aziz menambahkan tentang hari-hari Bung Karno di pengasingan, dan bagaimana interaksinya dengan para pejuang.
"Jika tidak ada upaya pembebasan dari para pejuang yang sangat intens, Bung Karno mungkin bisa lebih lama lagi berada di Parapat. Tapi, Belanda justru merasa tidak aman, karena kok pejuang makin bersemangat. Apalagi, Bung Karno tetap dapat mengatur negara meski diasingkan. Bung Karno masih dapat mengatur Republik ini dari balik bilik. Luar biasa," kagumnya.
Narasumber lain, Ian Pasaribu, lebih menekankan visi politik Bung Karno, dan pencapaian-pencapaian Presiden paling kharismatis itu, juga pengakuan dunia atas kepemimpinannya.
"Jika bicara tentang Bung Karno, yang saya miliki hanyalah kekaguman dan pemujaan. Sungguh tokoh yang luar biasa, dengan pemikiran, karakter, dan kepedulian pada bangsa yang tak terbandingkan," terangnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang menjadi inisiator Kongres Sejarah Bung Karno mengakui menemukan banyak hal-hal baru selama diskusi penajaman lini masa sejarah Bung Karno di tempat-tempat pengasingannya.
Kandidat doktor sejarah dari Undip itu makin meyakini, tempat-tempat pengasingan Bung Karno harus menjadi milik publik, dan dapat diakses publik seluas mungkin, sebagai sandaran memori kesejarahan bangsa ini.
"Jadi ada kesepahaman, nanti situs-situs Bung Karno ini harus difungsikan ulang sebagai museum, perpustakaan, galeri, atau bahkan rumah bangsa, untuk dapat diakses masyarakat luas, terutama generasi muda, sebagai pengikat memori sejarah bangsa ini. Sehingga terjadi aktivitas penerusan sejarah dengan museum dan atau perpustaan tadi sebagai pusatnya," terang Agustina.
Diskusi terpumpun kali ini banyak mendapat respon dari para peserta, terutama menyangkut upaya untuk menjadikan rumah tahanan Bung Karno sebagai asset daerah yang dipergunakan sebagai monument kejuangan.
Ketua LPPM Universitas Sari Mutiara Medan Adiansah mengharapkan ada penerusan karakter dan spirit kejuangan Bung Karno kepada generasi muda melalui pengayaan tempat-tempat bersejarah tersebut.
"Sebenarnya, jika spirit Bung Karno itu terwariskan secara sistematis, karakter generasi muda ini sudah selesai, kita sudah otomatis Pancasilais, sudah terwujudkan dalam ucapan dan Tindakan," katanya, yang berharap juga ada penelitian-penelitian sejarah baru yang dipermudah dan hasilnya juga dapat diakses lebih mudah oleh publik.
Ratusan peserta yang mengikuti melalui zoom, juga antusias untuk mengetahui tahapan-tahapan sejarah Bung Karno.
Beberapa mempertanyakan mengapa pernah terjadi de-Soekarnoisasi, padahal benar-benar jasa Bung Karno tercatat dalam sejarah. Sebagian juga menginginkan digitalisasi jejak Bung Karno sehingga bisa diakses lebih mudah oleh generasi milenial.
Agustina menyambut baik, dan menjelaskan bahwa nantinya akan terbentuk situs digital Soekarnopedia, yang memberi ruang bagi pakar sejarah untuk berkontribusi memberi pencatatan lini masa Bung Karno, termasuk dari luar negeri, dan juga masyarakat untuk mengakses sesuai fase kehidupan Bung Karno yang mereka ingin ketahui.
"Soekarnopedia itu tentu pekerjaan besar. Tapi untuk bangsa ini, untuk generasi muda mengerti dan memahami sejarah bangsanya dan para pejuangnya, kita harus ciptakan hal itu. Soekarnopedia itu menjadi tugas sejarah saya, dan juga tugas sejarah bangsa ini," tandas Agustina.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait